Sunday, March 1, 2009
Telat; telah terlewat.
Sepantas ia datang, dengan kadar itu juga ia pergi, bersama lamunan siang sang pemuisi. Sang pemuisi bingung, nyanyiannya terhenti. Mentari masih merah dan berkilau, ternyata masih berdarah setelah dihiris-hiris hujan tengah hari. Mungkin telah hampir masanya. Sang pemuisi pun menyimpan seruling kayu yang sudah patah itu ke dalam kocek seluarnya. Dia mendongak ke langit, kemudian tersenyum. Awan seolah olah berbisik; masa telah tiba, untuk pulang. Dia mengangguk setuju.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment